Akan kuceritakan tentang aku dan sebuah keajaiban bersama “Bahasa Jepang”
Dalam kenangan yang sejauh ini masih
kuingat, pertama kali aku tahu tentang “Jepang” saat aku masih kanak-kanak.
Entah berapa umurku saat itu, sepertinya aku belum mulai Sekolah Dasar. Saat
itu aku baru mulai belajar puasa. Untuk aku saat itu, puasa adalah hal yang
berat. Pada pukul sembilan saja aku sudah minta makan pada ibuku. Saat itu
sebenarnya aku berada di rumah teman kecilku yang di tengahnya ada satu rumah
yang memisahkan rumah kami. Pada jam itu ada satu tayangan yang terkenal dan
menjadi favoritku hingga sekarang,
“Meitantei Conan”.
Kedua kalinya aku tahu tentang “Bahasa
Jepang” saat aku melihat kakak keduaku belajar itu. Meski sekarang orangnya
sendiri sudah lupa pernah bisa bahasa itu karena suatu keadaan. Aku tertarik
dan suka pada pandangan pertama pada bahasa Jepang. Sepertinya dimulai saat aku
duduk di Sekolah Menengah Pertama aku belajar huruf Jepang meski baru
huruf-huruf tertentu yang kupelajari. Kalau dingat membuatku tertawa, ternyata
aku menulis namaku dengan hiragana.
Tentu aku tidak perlu berpikir dua kali
saat di SMA ada jurusan yang khusus belajar bahasa Jepang. Dan jurusan ini baru
ada satu se-Kabupatenku. Belajar tiga tahun full bahasa Jepang belum membuatku
tahu semua tentang Jepang dan Bahasa Jepang. Karena saat itu aku belum bisa
menjawab keingintahuan temanku. Temanku ini bertanya, “Kenapa dalam lagu Jepang
pada akhir kalimatnya tidak ada masu/desu?” Setelah belajar di universitas baru
aku tahu seperti apa jawabannya.
Yaa, aku memutuskan mengambil jurusan
bahasa Jepang di universitas. Tidak perlu banyak alasan, yang terpenting adalah
karena aku suka bahasa Jepang dan tidak ada yang lain yang aku bisa selain
bahasa Jepang. Dengan alasan itu cukup bagiku untuk tidak mengeluh belajar
tentang bahasa Jepang dikemudian hari.
Dan karena bahasa Jepang ini juga yang
mengantarkanku bertemu dengan seseorang yang special. Jika aku tidak mengambil
bahasa Jepang, jika aku tidak memilih universitas itu, jika aku tidak memilih
sebuah kota bernama Semarang, jika dia tidak lupa namaku saat itu, jika aku
tidak bertanya bagaimana menulis namanya dalam kana, maka mungkin ada cerita
lain yang akan kutulis.
Lalu apakah bahasa jepang juga
mengantarkanku mendapatkan pekerjaan yang baik?
Komentar
Posting Komentar